Oleh : Dandi Lasalutu
Absolute.co.id, (Opini) – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tepatnya hari ini. Rabu, 05 Februari 2025, merayakan Milad yang ke-78 tahun. Sejak berdiri tepatnya pada tanggal 05 Februari 1947, dua tahun setelah kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebagai organisasi mahasiswa tertua yang sudah berkiprah lebih dari tujuh dekade, HMI seharusnya menjadi cermin dari dinamika perubahan bangsa Indonesia, bahkan dunia. Namun, usia yang panjang tersebut tentu tak terlepas dari tantangan yang dihadapi, baik dari luar maupun dalam tubuh organisasi itu sendiri.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, HMI menghadapi dilema besar—bagaimana tetap relevan dan eksis di zaman yang serba cepat dan serba digital ini? Dunia yang terus berubah menuntut adanya adaptasi, namun di sisi lain, teknologi juga menjadi ancaman serius bagi idealisme yang menjadi dasar gerakan HMI.
Sebagimana dalam Buku 44 Indikator Kemunduran HMI karya Agus Salim Sitompul memberikan gambaran yang cukup terang mengenai tantangan internal yang harus dihadapi oleh kader HMI. Buku ini mengungkapkan betapa besarnya kemunduran dalam kualitas kader dan organisasi HMI, yang jika tidak diatasi, bisa menjadi ancaman bagi keberlangsungan organisasi.
Salah satu tantangan terbesar bagi kader HMI saat ini adalah bagaimana menyelaraskan semangat idealisme organisasi dengan kecanggihan teknologi. Teknologi yang mendominasi hampir seluruh lini kehidupan manusia saat ini bisa menjadi pedang bermata dua.
Di satu sisi, teknologi memungkinkan kader HMI untuk mengakses informasi lebih cepat, menjalin komunikasi lintas batas, dan memperluas ruang pengabdian.
Namun, di sisi lain, teknologi juga dapat mengalihkan perhatian kader dari tujuan mulia organisasi dan memperburuk kualitas pengambilan keputusan yang seringkali terpengaruh oleh informasi yang tidak terverifikasi.
Bahkan, media sosial yang seharusnya menjadi alat untuk dakwah, justru bisa menjerumuskan banyak orang pada radikalisasi informasi yang mengarah pada polarisasi dan pemahaman yang sempit.
Agus Salim Sitompul sebagai sejarawan HMI, menyoroti bahwa salah satu indikator kemunduran terbesar dalam tubuh HMI adalah penurunan kualitas kader. Menurunnya semangat juang, hilangnya idealisme, dan pengaruh individualisme yang semakin kuat di kalangan kader menjadi hal yang mencolok.
Kader HMI, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kemajuan bangsa dan umat, malah sering kali terperangkap dalam dinamika kehidupan pribadi yang jauh dari tujuan utama organisasi.
Kualitas kader HMI yang dulu dipandang sebagai pilar bangsa, kini mulai terkikis oleh ketidakmampuan kader HMI dalam memanfaatkan teknologi dengan bijak. Banyak kader yang lebih memilih untuk mengikuti arus trend dan berfokus pada pencapaian pribadi, ketimbang menghidupkan visi besar organisasi ini.
Namun, di balik tantangan tersebut, saya melihat sebuah peluang besar bagi HMI untuk bertransformasi. HMI harus mampu memanfaatkan teknologi dengan cara yang strategis dan produktif, mengubah tantangan ini menjadi kekuatan yang mampu melahirkan kader yang lebih berkualitas dan lebih peka terhadap dinamika zaman.
Sebagai organisasi mahasiswa, HMI tidak bisa menghindar dari perkembangan zaman, tetapi harus mampu beradaptasi, tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar yang selama ini menjadi pedoman perjuangannya.
Pemanfaatan teknologi untuk menyebarkan dakwah, memperkuat jejaring antar kader, serta mendidik masyarakat tentang isu-isu sosial menjadi langkah yang tak hanya bijak, tetapi juga sangat relevan untuk saat ini.
Salah satu langkah konkret yang bisa diambil adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan media sosial untuk menyebarkan ide-ide kritis, mengedukasi masyarakat, dan memperkenalkan HMI sebagai organisasi yang peduli terhadap kemajuan bangsa. Dalam konteks ini, teknologi bukan hanya alat, tetapi juga sarana untuk memperkuat idealisme.
HMI perlu menjadi pelopor dalam menciptakan pemimpin-pemimpin masa depan yang mampu berpikir global dan bertindak lokal, yang memiliki karakter dan integritas yang kuat, serta mampu menyatukan berbagai perbedaan dalam upaya mewujudkan cita-cita luhur Indonesia.
Selain itu, HMI harus kembali mengutamakan pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ada. Pengembangan kader bukan hanya soal pelatihan kepemimpinan atau peningkatan intelektualitas, tetapi juga soal pembentukan karakter dan spiritualitas yang kokoh.
Pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai Islam, wawasan kebangsaan, dan rasa solidaritas yang tinggi, harus menjadi pijakan dalam membentuk kader-kader yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki kepekaan sosial yang tinggi.
Memperingati Milad HMI ke-78 seharusnya menjadi momentum bagi seluruh kader untuk melakukan refleksi diri dan organisasi. Ini adalah saat yang tepat untuk mengevaluasi sejauh mana kita sudah beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan identitas dan tujuan mulia organisasi.
Di tengah segala tantangan, saya percaya bahwa HMI masih memiliki potensi besar untuk kembali menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kemajuan bangsa.
Untuk itu, setiap kader HMI harus memegang teguh idealisme dan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendiri organisasi ini, seraya terus berinovasi dan mengembangkan diri seiring dengan perubahan zaman.
Sebagai kader HMI, kita tidak hanya berhadapan dengan tantangan teknologi, tetapi juga dengan tantangan untuk tetap menjaga marwah dan kualitas diri. Dalam menghadapi segala perubahan ini, mari kita tunjukkan bahwa HMI adalah organisasi yang tetap relevan, adaptif, resfontif dan siap berkontribusi besar bagi bangsa dan umat.